Sugeng rawoh

Sugeng rawoh

Cahaya hati

Cahaya hati

Selasa, 20 April 2010

KEPRIHATINAN (Revisi)

Cerpen karya : Nurul Azizah


“Kita tidak bisa begini terus,Man,kita harus bekerja dan berusaha agar kita dapat berlangsung hidup!” kata ibunya di malam kelam itu.
“Bekerja berusaha bagaimana, Bu? Apakah aku harus bekerja?”
“Bukan kau yang bekerja,Man.Mana bisa kau bekerja kau kan masih kecil,baru kelas 6 SD.”
“Jika perlu ,tidak sekolah pun tak apa-apa Ibu.”
”Jangan Man,kau harus tetap bersekolah,” kata Ibunya dengan wajah penuh harapan. Ibunya meneruskan, “Begini lho,Ibu mau coba-coba membuat kue,biar kau yang menjajakannya.”
“Wah itu ide yang bagus, Bu,menyenangkan benar.Aku mau menjajakannya sewaktu pulang sekolah!,” kata Parman dengan mata penuh kesungguhan.
“Baiklah,besok Ibu akan ke pasar untuk membeli bahan-bahannya.Lusa bisa kau mulai!”kata Ibunya sambil tersenyum.

Esok harinya saat Parman berangkat ke sekolah,Ibunya pergi ke pasar membeli bahan-bahan untuk membuat kue. Pukul 03.30 Parman dan Ibunya sudah bangun.Kemudian mereka melaksanakan salat subuh. Parman menemani Ibunya mencuci beras dan ketan,mengupas dan memarut kelapa,serta membelah kayu.

“Kau bisa menggoreng bawang,teri dan telur,Man?” tanya Ibunya.
“Bisa, Bu!” kata Parman sambil meniup api di tungku.
“Hati-hati,Man.Jangan sampai hangus!”

Sibuk benar Ibunya membuat nasi uduk,ketan urap,kue mangkok dan kue lapis.Ibunya tersenyum bahagia karena Parman rajin bekerja.Dalam benak hatinya ia berkata,”Ya Allah,ternyata anakku tau diri,patuh,rajin dan mau membantu Ibunya yang susah semenjak Ayahnya meninggal.”

Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul 05.45.Parman segera mandi dan langsung berkemas-kemas untuk segera berangkat ke sekolah.Kemudian Parman berpamitan kepada Ibunya untuk berangkat menuju ke sekolah.

Di Sekolah Parman mengikuti jalannya pelajaran dengan tekun.Setelah pukul pukul 13.00 pelajaran pun usai.Parman segera bergegas pulang.Sesampainya di rumah,setelah makan siang,Parman segera menjajakan kue hasil buatan Ibunya.

“Nasi uduk,ketan urap,kue mangkok,ku lapis!” teriak Parman sambil berjalan masuk lorong keluar lorong jalan di dalam kampung.kalau ada yang memanggil,Parman berhenti sebentar,kemudian berjalan lagi sambil menyerukan jualannya.Dagangannya kadang-kadang cepat habis,kadang-kadang tidak. Itulah namanya usaha.

Jualan kue tidak selamanya senang,sering anak-anak itu mengejeknya.Parman tetap diam walaupun sesungguhnya di dalam hati kesal,tetapi akhirnya mereka bosan sendiri.Mereka diam dan tidak mengejek lagi.

Seperti biasa Parman menjajakan kuenya sambil berteriak.

“Nasi uduk,kue mangkok ,kue ketan urap,kue lapis!”
“Hai kue,ke sini!” panggil seorang Ibu.

Parman masuk ke pekarang rumah.Beberapa anak mengerumuni Ibunya.

“Aku minta kue,Bu.Aku minta kue,Bu!” suara anak-anak itu saling berebut.Mereka tampaknya sehat-sehat,gemuk, dan lucu.

Tiba-tiba ada seorang bapak menegur Parman.

“Kau dagang kue,ya,Man?” parman terkejut dan menoleh.Ternyata gurunya sendiri.Parman tidak menjawab.Ia menundukkan kepalanya karena malu.
“Siapa,Pak?” tanya istri Pak guru.
“Muridku,murid terpandai dan bintang kelas,” jawab suaminya.
“Sudah lama kau jualan kue,Man?” tanya pak guru.
“Semenjak ayah meninggal,Pak!” jawab Parman perlahan karena sedih.
“Ayahmu sudah meninggal? Kami tidak pernah tahu hal itu,” kata pak guru perlahan.
“Ya,Pak,tidak apa-apa,Pak!” jawab Parman gemetar.
“Senang hatiku melihat kau jualan kue,Man.Kau memang anak yang rajin membantu Ibumu,juga rajin belajar tentunya,” kata Pak guru penuh haru.
“Terima kasih,Pak!” jawab Parman.

Waktu pulang Pak guru memberi 10 buah buku tulis.
”Terima kasih, Pak,terima kasih, Bu,” kata Parman gemetar.
Kemudian ia pamit dan diiringi pandangan kasihan dari pak guru dan istrinya.

Dari jauh masih terdengar suara anak-anak pak guru.
”Besok datang lagi ya,kuenya enak,” kata mereka.
Parman menoleh dan tersenyum sambil melambaikan tangannya.Tak lama kemudian terdengar kembali suara Parman menjajakan kuenya.

“Nasi uduk,kue mangkok,kue ketan urap,kue lapis!”

Dalam hati pak guru berbicara,”Seandainya banyak generasi muda seperti Parman betapa senangnya dunia ini!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar